Malam hadir, angin semakin dingin terasa dikulit Ben, cuaca menunjukkan akan turun hujan. Malam ini ia ditemani setumpuk tugas kuliah yang harus diselesaikan, tadi sore ia sempat membeli mie rebus, rencananya Ben akan begadang malam ini ditemani mie rebus dan kopi Radix kesukaannya.
Pikirannya tetap saja tidak bisa fokus, masih terlintas akan sosok Inay, senyuman Inay yang diam diam disimpannya dalam kalbu yang ia curi kala pertemuan tak di tengah jalan.
Senyuman itu yang mengusik jiwanya, terasa renyah. Lamunan Ben semakin makin saja. Ditepisnya dengan membuka laptop. Ben termasuk pemuda mandiri, dia kuliah sambil kerja dan organisasi juga.
Tak pernah sebelumnya ia bersikap demikian pada perempuan, karena memang sedari dulu ia hanya fokus pada kerja dan sekolah, dari dulu sejak ia duduk di bangku sekolah, barulah di kampus ini ia mengenal seorang perempuan, yang hanya dengan mengingat senyumnya saja membuat pikirannya tidak konsentrasi.
'Allah, jika ini adalah permainan setan, bantulah hambaMu untuk menghancurkan rasa ini, jika ini kesalahan atas mata yang tak bisa hamba taklukkan.
Mata yang tak pandai ku jaga penglihatannya. Lenyapkan semua rasa ini, aku tak ingin setan semakin tertawa. Aku tak ingin merawat rasa ini. Biarlah nanti saja rasa yang aku hadiahkan pada wanita yang engkau titipkan, jikapun itu seorang Inay semoga itu bukan atas kehendak nafsuku saja. Beni lagi lagi membatin.
Malam ini hujan deras sekali.
06'01'16
--Helmi Yani--