Ipar adalah Maut

Admin
0
sumber gambar: Indonesia bertauhid


Tulisan ini sebenarnya sudah lama sekali ingin ditulis, tapi tertunda terus, kelupaan terus gak jadi-jadi. Hahaha. Ya sudahlah 

Gak apa-apalah kapan pun ditulis tetap sama subtansi nya. Hehehe, mungkin hanya kurang dapat viral nya saja. Mengingat mengenai judul tulisan ini juga ada film nya kan. 

Tapi saat ini bukan film nya yang ingin saya bahas. Karena saya pun gak nonton sampai habis film nya. Hanya di skip skip saja, ambil inti persoalannya saja dalam film tersebut. Jujur gak kuat saya nontonnya. Bercampur aduk perasaan. 

Tapi kali ini yang ingin di ulas adalah mengenai hadist nabi "Ipar adalah Maut". Bukan tafsir dari hadits tersebut, hanya saja buah pikir, tafakur dan pelajaran serta hikmah yang dapat kita ambil. 

Ipar adalah Maut merupakan untuk hubungan ipar -lawan jenis- yang merupakan statusnya bukan mahram. Ipar laki-laki ataupun ipar perempuan. Semisal Abang ipar, adik ipar yang lawan jenis. 

Hubungan kita dengan ipar yang lawan jenis merupakan bukan mahram. Artinya orang yang boleh dinikahi. Maksudnya adalah dikarenakan tidak ada hubungan darah ataupun nasab maupun persusuan maka sebagai laki-laki dan perempuan jika mereka nikah maka hukumnya sah. 

Sama hal nya dengan laki-laki dewasa dan perempuan dewasa pada umumnya, secara syariat maka mereka bisa menikah. Tersebab hal itu maka, ipar merupakan lawan jenis yang kapanpun bisa menjadi pasangan (suami-istri). 

Seperti kisah Utsman bin Affan yang menikah dengan dua putri Rasulullah SAW, yaitu Ruqayyah dan Ummu Kultsum. Ruqayyah adalah putri kedua Rasulullah SAW, sedangkan Ummu Kultsum adalah putri ketiga. 

Ruqayyah merupakan istri pertama Utsman bin Affan. Ruqayyah meninggal dunia pada tahun 2 Hijriyah. Setelah Ruqayyah meninggal, Rasulullah SAW menikahkan Ummu Kultsum dengan Utsman bin Affan. Pernikahan ini terjadi pada bulan Rabi'ul Awal tahun ketiga setelah hijrah.

Juga banyak di kalangan masyarakat kita yang menikah dengan ipar setelah istri atau suaminya meninggal. Secara hukum syariat pernikahan itu sah, istilah yang familiar adalah turun ranjang. Hal ini tentu banyak pertimbangan kenapa seseorang turun ranjang disaat pasangan meninggal. Mungkin daripada ia mencari orang lain untuk jadi pasangan pengganti, tentu ia lebih baik memilih saudara dari pasangannya saja yang menjadi pasangannya, mungkin karena anak atau tersebab hal lain. 

Nah, tentu akan sangat berbeba sekali secara norma, moral ataupun agama jika antara ipar mengalami kasus "selingkuh". Kasus perselingkuhan saja sudah melukai hati diantara pasangan, apalagi jika terjadi diantara hubungan ipar. 

Namun juga ada kasus pernikahan antara ipar disaat pasangan masih hidup, bukan karena terjadinya "selingkuh" tapi karena pasangannya tidak bisa memberikan keturunan, sehingga dengan berat hati pernikahan dilaksanakan. Secara syariat pernikahannya sah. Hanya saja istri mana yang kuat suami menikah lagi, apalagi dengan saudara sendiri?! Tapi hukum syariat memperbolehkan. 

Nah, adapun mengenai ipar adalah maut, lebih ke konteks berhati-hatilah dengan ipar agar hal yang tidak diinginkan -kasus perselingkuhan- terjadi. Ketika bertemu dengan ipar maka hukum serta batasan-batasan yang diterapkan sama dengan ketika kita bertemu ataupun interaksi dengan yang bukan mahram (lawan jenis). Menutup aurat, tidak berdua-duaan, tidak bersentuhan dan seterusnya. 

Berikut bunyi hadistnya : 


عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ . قَالَ الْحَمْوُ الْمَوْتُ 

 
Artinya, “Dari ‘Uqbah bin ‘Amir, bahwa Rasulullah saw bersabda, ‘Berhati-hatilah kalian masuk menemui wanita.’ Lalu seorang laki-laki Anshar berkata, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat Anda mengenai ipar?’ Beliau menjawab, ‘Ipar adalah maut’.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

sumber gambar: Facebook 


Jadi suatu saat Rasulullah bersabda mengenai perempuan, alias wanita. Rasulullah menasehati untuk berhati-hati saat masuk menemui perempuan. Termasuk di dalamnya ipar, ipar juga wanita yang bukan mahram. 

Dikutip dari jakarta.nu.or.id Ustadz Amien Nurhakim dalam tulisannya di NU Online, menerangkan dalam riwayat Imam Muslim yang lain, ada redaksi penjelas dalam hadits berikutnya, bahwa kata ‘al-hamwu’ merujuk pada makna saudara pasangan, baik ipar atau sepupu, dan semisalnya. Begitupun apabila kita merujuk pada kamus bahasa Arab modern, maka maknanya adalah kerabat suami atau istri. (Muslim bin Al-Hajjaj, Shahih Muslim, [Beirut: Darul Jayl, t.t.], jilid VII, hal.alam7 dan Ibrahim Mushtafa, dkk, Al-Mu’jamul Wasith, [Kairo: Darud Da’wah, t.t.], halaman 201).   

Ibnu Daqiq Al-‘Id menanggapi bahwa kata ‘al-hamwu’ dalam hadits memiliki fungsi yang umum, sehingga mertua pun masuk ke dalam makna dari kata tersebut. Sebab itu, Imam Muslim melampirkan riwayat yang spesifik bahwa kata ‘al-hamwu’ yang dimaksud Nabi saw adalah ipar. Imam Muslim melampirkan riwayat yang spesifik bahwa kata ‘al-hamwu’ yang dimaksud Nabi saw adalah ipar. Selanjutnya, anjuran Nabi saw agar kita berhati-hati masuk ke dalam rumah seorang wanita berlaku bagi wanita yang bukan mahramnya karena khawatir terjadi khalwat atau berdua-duaan dengan lawan jenis. (Ibnu Daqiq Al-‘Id, Ihkamul Ahkam Syarhu ‘Umdatil Ahkam, [Beirut: Muassasatur Risalah, 2005], jilid I, halalan 397).

Dalam riwayat diatas sangat jelas nabi sangat menganjurkan agar umatnya kaum laki-laki berhati-hati saat masuk ke dalam rumah seorang wanita yang bukan mahram, termasuk di dalamnya masuk ke rumah ipar ataupun saudara suami/istri lawan jenis yang jelas (bukan mahram). 

Ketika perempuan dan laki-laki yang bukan mahram hanya berdua saja, maka yang ketiganya adalah setan. Maksudnya adalah setan sangat mudah sekali untuk mempengaruhi lawan jenis untuk berbuat hal yang tidak-tidak. Tidak terlepas dengan ipar. Ya kita kembali ke film yang sama, hal ini harus sangat dihindari. Menutup celah agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. 

Tetap menerapkan bagaimana syariat dalam mengatur hubungan lawan jenis saat bersama ipar. Menutup celah agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Karena ipar merupakan orang -lawan jenis- yang sangat dekat dalam hubungan, berinteraksi ataupun akan sangat sering berkomunikasi jika dibandingkan dengan lawan jenis lainnya. Karena tentu tidak jelas kapan waktunya akan ada interaksi dan sebagainya. Maka sangat dianjurkan untuk tetap menerapkan hukum syariat saat bersama ipar. Sebagaimana hubungan antara lawan jenis pada umumnya, sekedarnya saja. Tidak berlebihan dalam interaksi. 



Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)