Bekerja ikhlas, tuntas dan optimal memang tidak semua orang bisa melakukannya. Tetap saja aja hal lain yang ingin didapatkan, entah itu diakui sebagai lelaki sejati, perempuan hebat, karyawan berprestasi, bos teladan, pemimpin panutan, anak yang hebat, ayah yang berhasil, suami yang baik, dan sejenis lainnya pengakuan yang diharapkan.
Itu semua tidak terlepas dari narsisme memang. Setiap diri berlomba-lomba menonjolkan diri demi sebuah pengakuan sosial. Ya, ingin diakui keberadaannya. Padahal itu tidaklah terlalu penting. Tidak terlalu berguna dan berefek pada perbaikan diri sendiri. Justru malah menjerumuskan diri pada keangkuhan, kesombongan dan lupa diri. Semakin tinggi hati.
Ya, itu terjadi karena sebab manusia lupa akan diri dan Tuhannya. Lupa bahwa ada Tuhan Sang Pemilik segala pujian. Maka ucapkan Alhamdulillah setiap ada yang memuji atau menyanjung. Tau kan artinya apa? "Segala Puji hanya bagi Allah". Jangan salah mengartikan kata Alhamdulillah, seakan berterima kasih telah dipuji. Pahami arti katanya, maknanya dalam.
Bahwa segala puji hanya bagi Allah, tidak ada pujian yang layak selain hanya untuk Allah. Apa apa yang baik dari diri kita datangnya dari Allah, maka segala puji hanya bagi Allah. Setiap keberhasilan dalam hidup itu semua atas izin Allah, maka ucapkan Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah. Tak layaklah kita berbangga dan menyombongkan diri.
Kata Alhamdulilah, segala puji hanya bagi Allah seharusnya, membuat diri kita lebih rendah hati dan tidak tinggi hati atas setiap keberhasilan. Berhasil sebagai pelajar? Tak perlu sombong dan merasa pintar, itu semua datangnya dari Allah, jika Allah tidak berikan kecerdasan, maka tidak akan jadi pelajar pintar.
Begitu juga, jika tidak Allah izinkan jadi orang berada, tak akan ada harta yang sedikit berlimpah itu, jelas itu adalah pemberian Nya, untuk menguji apakah termasuk orang bersyukur atau kufur nikmat. Apakah dengan harta itu mampu menjadi dermawan atau justru malah seperti Qarun. Kemana harta itu digunakan dan dengan cara bagaimana mendapatkannya. Maka wajar nanti juga panjang pertanyaannya di alam barzah nanti.
Banyak yang haus pengakuan, haus dipuji. Katanya untuk menebarkan manfaat, syiar atau saling menyemangati, padahal dalam hati kecil, siapa yang tahu, iblis dan setan terlalu sering menggoda, bahkan dalam sholat pun anak Adam diganggu. Kemurnian hati itu sulit diciptakan, makanya perlu kembali meluruskan niat, jangan bengkok ditengah jalan. Niatkan untuk menjalankan perintah Nya, menggapai ridho Nya.
Agar tidak ada bercak hitam dalam hati. Haus pengakuan, penuh pencitraan tanpa makna. Untuk apa? Tidak berguna hanya buang buang waktu saja. Lebih baik sibukkan diri untuk lejitkan potensi diri. Manusia memang begitu kadang. Diberi harta, lupa diri. Diberi tahta justru menguasai. Entah apa sebenarnya yang dicari. Apakah pengakuan? Agar dunia tahu bahwa kita Hebat?