Tidak masalah, kamu di posisi mana saja saat ini, jika kamu adalah pasutri maka ada baiknya membaca sedikit tulisan yang akan saya buat kali ini. Adapun jika kamu single lillah maka tak ada salahnya juga membaca ini, sebagai bekal kamu di kemudian hari nanti saat sudah berumah tangga.
Seperti yang saya tulis beberapa saat lalu, saya masih bimbang menulis di mana tempat yang pas terkait tema ini, sebenarnya sudah ada web yang saya buat untuk khusus tema ini, hanya saja menurut pendapat mas sua, ada baiknya di sini saja, agar tidak terlalu banyak blog yang dikelola.
Baiklah teman, kali ini saya ingin menulis terkait problematika pasutri disaat membangun rumah tangga. Sebenarnya, jika pasutri dapat menjalankan perannya dengan bijak tidak ada terlalu banyak dan besar permasalahan pasutri itu, namun di lapangan, akan banyak sekali kita temukan permasalahan pasutri di dalam rumah tangga.
Saya menyebutnya pasutri di dalam rumah tangga, karena bagi saya itu adalah dua kata yang berbeda. Pasutri, memiliki persoalan tersendiri, sedangkan rumah tangga yang dijalankan pasutri, juga memiliki persoalannya sendiri, termasuk di dalam nya nanti anak, ekonomi, keluarga besar dll. Namun tetap dijalankan oleh pasutri tersebut.
Sebelum membahas rumah tangga, alangkah lebih baiknya kita bahas terlebih dahulu, terkait pasutri itu sendiri. Di sini kita hanya sharing bukan mengajari apalagi menggurui, tidak. Seperti yang saya pernah katakan, terlalu banyak persoalan pasutri yang kadang butuh teman untuk berbagi. Setiap saya membuka sosial media, terkadang yang muncul adalah seabrek masalah yang dihadapi pasutri.
Komunikasi adalah Tonggaknya
Pasutri adalah makhluk yang saling membutuhkan dan saling melengkapi, maka sangat mustahil jika diantara mereka tidak menjaga komunikasi itu dengan baik. Ya benar, wanita adalah makhluk yang senang didengarkan. Sedangkan lelaki adalah tempat ternyaman wanita untuk berbagi apapun itu.
Kenyamanan dalam berkomunikasi itulah yang diharapkan setiap pasangan. Apapun hal nya mestilah di komunikasikan. Sebagai seorang suami maka sudah selayaknya menjadi pendengar yang baik, karena wanita pada dasarnya, dalam sehari harus mengeluarkan, ribuan kata.
Kita angkat contoh kasus. Seorang teman yang telah berumah tangga lumayan lama, di kemudian hari dia mengatakan, "ntahlah tidak ada lagi yang perlu dibicarakan". Tentu setelah pasutri ini mengalami begitu banyak permasalahan, sehingga sampai pada titik, iya tidak tau harus bicara apalagi. Kenapa ini terjadi? Karena tidak merasakan kenyamanan lagi untuk bicara ataupun diskusi dengan suaminya.
Sedangkan sosok suami, menginginkan istri yang diskusi dan ngobrol bersamanya. Jika persoalannya seperti ini, ada baiknya, suami dan istri saling introspeksi diri, kenapa sang istri tak ingin banyak bicara lagi, bisa jadi, disaat mengalami berbagai permasalahan yang ada, suami tidak dapat memberikan masukan yang tepat, tidak dapat memberikan kenyamanan atau hanya saling menyalahkan.
Pada kenyataannya di lapangan, banyak kita temukan, pasutri yang saling menyalahkan, jika ada problem yang mereka hadapi. Padahal tidak mesti serumit itu jika saling introspeksi diri dan saling mengalah. Hidup hanya sementara, tidak ada gunanya menorehkan luka pada pasangan masing-masing.
Dalam berumah tangga, suami adalah pemimpinnya. Sedangkan istri bisa dikatakan sebagai asisten atau partner. Para lelaki atau suami mesti tau bagaimana meluluhkan hati wanita. Terkadang mereka tidak banyak meminta apa apa, mereka hanya perlu diberikan kasih sayang dan cinta. Selesai sudah semua perkara. Simple.
Sehingga hehehe, bukan berarti karena saya perempuan, jadi seakan memihak perempuan, bukan. Tapi memang, di dalam berumah tangga, suami adalah kunci keharmonisan suami istri. Suami yang penuh dengan kasih sayang, akan membuat istri jauh lebih bahagia, dan bertambah rasa cinta. Demikian juga wanita, wanita yang dapat menyenangkan suaminya, cuma mampu membuat suami makin cinta.
So, di persoalan komunikasi, ada baiknya, suami bersedia mendengarkan sang istri. Namun jika istri membicarakan hal yang tidak benar, maka di sana sang suami mendidik istri. Dalam menyelesaikan masalah pun demikian, sang suami tuntun istri untuk menjadi wanita yang sabar dan bijak, karena wanita hanya selalu mengedepankan perasaannya.
Kemudian, jangan lupa dalam hal masalah apapun, tetap dikembalikan, bagaimana agama kita memandangnya, agar tidak salah dalam bersikap dan mengambil tindakan. Para suami mesti tau, sekali lagi, wanita itu sangat mudah ditaklukkan, jaga hatinya, jaga perasaannya, ambil perasaannya, ambil hatinya.
Hidup hanya sementara, orang yang paling berhak mendapatkan komunikasi yang baik adalah pasangan kita, ini berlaku untuk si istri dan suami. Jangan sang istri diam, kemudian suami pun diam. Masalah gak akan kelar-kelar. Segala hal itu hanya perlu dikomunikasikan, didiskusikan.