Rahasia di Balik Senyuman

Admin
0
Pertemuan itu, pertemuan yang tanpa disadarinya. Entah yang keberapa kali ia diperhatikan oleh pemuda itu, Ia tidak sadar. Bahkan tidak mengenal siapa lelaki yang menjumpainya. Di statiun kereta api, lelaki itu datang menawarkan minuman.
andi: “siang mbak, maaf , sepertinya mbak kehausan. Silahkan mbak”
pemuda itu menyodorkan minuman, sambil memberikan senyuman terbaik yang dimilikinya. Rizka sambil tersenyum kejut dan datar, melihat pemuda yang berdiri di sekitar tempat ia duduk.
Rizka: “terimakasih mas, maaf mas tidak usah repot repot mas. Saya ada minuman juga mas”.
Riska mengeluarkan air mineral dari tas ranselnya. Sambil tersenyum datar menunjukkan minumannya pada pemuda itu, dengan maksud halus menolak tawaran pemuda itu. Tanpa basa basi pemuda ini langsung mengambil posisi duduk di sebelah riska, hanya berjarak 30 cm posisinya. Tanpa aba-aba riska langsung sedikit menggeser posisinya sambil menaruh tas ransel di antara ia dan pemuda itu. Andi hanya diam dan melirik riska dari ujung matanya. Ia melihat wanita berkerudung ini sedang menunduk dalam-dalam sambil membaca buku yang sedari tadi di pegangnya.
Sudah lima menit keheningan yang tercipta. Andi memberanikan diri memulai percakapan.
Andi: “mbak mau kemana? Boleh saya temani?” .
pertanyaan andi membuat riska diam tak bergerak. Ada rasa khwatir yang hadir di hatinya. Siapa pemuda ini? Aku tidak boleh terlihat takut dan lemah di hadapannya, itu yang terlintas di pikiran riska.
Riska : “saya mau pulang mas, tadi dari rumah teman”
Andi : boleh saya temani mbak?
Riska : “terimakasih mas, saya terbiasa sendiri mas, maaf merepotkan mas”
andi : “saya tidak merasa di repotkan mbak, malah saya senang bisa mengawal mbak, mbak tidak usah takut, saya pemuda baik kok mbak. ”
riska : “bukan gitu mas, saya tidak mengatakan mas pemuda yang tidak baik, hanya saja saya tidak terbiasa ditemani begini sama laki-laki mas. Saya sedikit canggung mas”
andi: oh ia, kenalkan , nama saya andi. Anak kos disekitaran komplek mbak”.

sambil mengulurkan tangannya andi tersenyum pada riska, ia tersenyum semanis mungkin yang dia punya. riska hanya tersenyum datar mendengarkan penjelasan andi tanpa melihat ke arah pemuda itu.

riska: “saya , riska mas. Oh kita satu komplek ya mas, maaf ya mas saya benar benar tidak tahu”
Tanpa menjawab uluran tangan andi. riska tidak tau harus bicara apa. Dia hanya diam saja. Serba salah, karena ia merasa, masa dengan tetangga sendiri dia tidak kenal. Tapi pikiran itu semua ditepisnya, kan biasa tidak tau toh, memang tidak pernah ketemu.
Tidak lama kemudian kereta api datang, andi: "mbak riska, yuk buruan siap-siap nanti kita ketinggalan kereta mbak". Riska tersadar dari lamunannya , entah apa yang sedang ada dalam pikirannya. Andi pun mempersilahkan riska jalan duluan, namun riska mempersilahkan andi yang duluan berjalan. Riska menyusul di belakang kira-kira 3 m. riska memilih tempat duduk yang agak tersudut dari belakang andi. Ia tidak ingin berada di depan andi, baginya itu sangat tidak nyaman, berada di depan laki-laki yang baru saja dikenalnya. Andi tidak mengerti dengan sikap riska yang memilih tempat tersudut di belakangnya, padahal andi telah memilih tempat supaya mereka bisa berbincang lebih jauh.
Setengah jam perjalanan , tidak terasa mereka sudah sampai di stasiun pemberhentian selanjutnya. Andi turun disusul riska. Mereka berjalan berjarak 5 m. andi mencoba berjalan pelan-pelan, riskapun semakin memperlambat jalannya. Membuat andi semakin bingung, padahal ia hanya ingin berbincang saja. Akhirnya andi memberanikan diri melangkah mundur menghampiri riska dan menyamakan langkah. Jarak mereka 1 meter berdampingan. andi langsung memulai pembicaraan
Andi : “mbak, maaf mbak aku mau bertanya, kenapa jalannya lama sekali?, padahal aku banyak sekali yang ingin aku tanyakan ke mbak lho, aku kan bingung mau jadinya kalau jaraknya jauh sekali”
Riska : “eh , ia maaf mas. Tidak kenapa- kenapa. Apa yang ingin ditanyakan mas?”
Andi: apa saja mbak, yang penting tentang mbak riska”
Riska: “banyak sekali berarti yang ingin ditanyakan, sepertinya tidak cukup waktunya mas”
Andi: “mbak lucu juga ya, kan tidak mesti di borong hari ini mbak, pertanyaan saya mbak”
Riska diam dan tersenyum saja. Dia langsung sadar siapa pemuda yang sedang dihadapinya. Ia pun mencoba membaca bagaimana karakter pemuda ini dari gaya bicara dan jalannya serta caranya yang to the point. Riska pun mencoba menyesuaikan diri.
Andi: “mbak lahir tahun berapa?”
Riska: “tahun kelahiran saya sepertinya tidak terlalu penting mas, karena sepertinya , mas andi itu di bawah saya mas.
Andi “masa’ ia mbak? Mbak salah ni.
andi hanya tersenyum kejut mendengarkan penjelasan riska. Padahal dia sangat tau berapa umur dan tanggal kelahiran rizka, dan andi sangat berharap riska mengetahui tentangnya, setidaknya riska sadar bahwa dia adalah tetangganya dalam satu komplek yang tidak jauh jarak rumahnya.Riska hanya diam, tidak terlalu menanggapi sambil berjalan lurus.
Andi : "mbak aku kenal lho mbak sama paman mbak, aku juga kenal sama kakak mbak" sambil berjalan memasukkan tangannya kedalam saku celananya dan berjalan santai.
Riska : "maaf ya mas, saya memang tidak tau, kalau kita tetangga satu komplek, saya minta maaf"
Andi : "sebelum pulang kerumah, bagaimana saya traktir minum dulu mbak, sekalian bincang-bincang supaya lebih akrab". Dahi rizka langsung berkerut mendengar ajakan andi, tapi ia tidak marah, ia sangat sadar, pemuda seperti apa yang sedang di depannya.
Riska : "tidak usah repot-repot mas andi, ini sudah sore sekali, nanti saya di cari-cari kelamaan pulang. Sebaiknya kita langsung pulang saja"
Andi : "mmmhhh, baiklah mbak, tapi lain kali kalau di traktir mau ya mbak, besok siang bagaimana mbak? Saya traktir makan siang di sekitaran komplek"
Riska : "tidak usah repot-repot mas, di rumah alhamdulillah makan siang selalu tersaji"
Andi : "kalau gitu gantian saja, mbak yang ngajak saya makan siang di rumah mbak"
Riska : "mungkin lain kali ya mas"
Andi : "ok mbak, saya tunggu ya.
Riska hanya menahan nafas mendengarkan perkataan andi. Dalam hati ia menjerit, ya Allah lindungi hamba dari fitnah. Riska adalah sosok wanita muslimah yang sangat pingitan, ia tidak suka glamor dan kebebasan pergaulan lawan jenis. Ia lebih suka membaca buku bertumpuk di kamar dari pada harus nongkrong bersama teman laki-laki, ia sangat tidak nyaman dengan itu semua. Bahkan ia juga tipikal wanita yang tidak suka di dekati laki-laki manapun, yang di dekati secara pribadi. Jika hubungan relasi kerja, organisasi, tetangga baginya tidak masalah, tapi kalau sudah berlebihan ia tidak nyaman.
Perjalanan sampai kerumah akan menambah waktu 1/2 jam lagi, menggunakan bis kota, andi sedari tadi mengikuti saja kemana arah jalan riska, mereka diam saja. Tidak lama bis datang, riska mempersilahkan andi duluan ia menyusul di belakang. Bis kota sudah padat penghuninya, cuma 1 bangku yang kosong, bangku kosong itu disebelahnya seorang pemuda. Andi mempersilahkan riska duduk di bangku itu, namun riska menolaknya, ia mempersilahkan andi saja. Riska memilih berdiri di bagian belakang di sekitar ibu-ibu yang duduk. Andi hanya diam saja, sebenarnya andi sangat paham riska perempuan seperti apa, namun dia pura-pura tidak tahu saja, dan dia juga tidak terlalu ingin melihatkan pribadinya bagaimana.





"Menulis adalah caraku melepaskan satu titik pikiran dan hati yang menjadi satu"- Helmi Yani
Tags

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)