Menulis Sebuah Kesabaran

Admin
0

Oleh : Helmi Yani

Menulis tak hanya sekedar merangkai kata tanpa makna, juga tak hanya sekedar menorehkan kalimat per kalimat agar enak untuk dibaca, namun menulis juga terapi bagi diri untuk lebih banyak sabar. Dengan menulis kita mampu mengeluarkan semua keresahan dan kekacauan yang sedang menjalin diri- misalnya. Kita tidak terpancing untuk menggerutu dengan semua keadaan yang ada, namun akan diolah menjadi sebuah tulisan yang ciamik yang mampu menjadikan sebagai obat dan pelipur pikiran dan hati yang sedang kalut -misalnya. Tak pandang kapan dan di mana ingin menulis, ketika ada keinginan menulis maka tulislah, tak perlu harus di depan laptop baru akan menulis, atau tak perlu suasana menyenangkan dan menyamakan baru menulis. Mungkin begitu.

Menulis itu sebuah kesabaran, dengan menulis kita akan mampu mengolah kesabaran di dalam hati. Ya, hal ini aku alami sendiri, sudah beberapa hari tidak menulis, maka beberapa itu juga semua pikiran kalut terlampiaskan pada orang terdekat, andai aku membawa menulis tentu tidak menambah pikiran orang terdekat. Menulis mampu menjadi taman tamasya dan wisata bagi setiap orang yang ingin memasuki dunia yang berbeda, di mana, di dunia tulis menulis hanya ada dirinya dan objek yang ditulis. Apapun objek yang sedang dibicarakan, maka yang ada hanyalah, si penulis dan objek yang sedang ditulis. Ibarat sang kekasih, maka penulis sedang bernasib kasih dengan setiap kata yang dimainkannya.

Aku pun tidak bisa menjadikan menulis sebagai cinta pertama bagiku. Karena walau menulis telah membuat lega perasaan apa saja, namun tetap saja membaca adalah nutrisi bagi pikiran dan otak serta jiwa agar mampu mencintai menulis lebih lagi. Membaca apa saja, termasuk membaca perasaan dan halilintar semua perasaan yang bergelayutan. Membaca seperti makanan sedangkan menulis seperti mengeluarkan apa yang di makan. Apapun yang telah dimakan.

Dalam menukispun diperlukan kesabaran, bagaimana kita sabar dalam menata jiwa, rasa dan pikiran agar bisa menyatukan setiap kata dan kalimat menjadi sebuah paragraf yang elok untuk disantap. Apakah menulis sama dengan makanan? Bisa jadi, menulis adalah mengolah bahan menjadi makanan, dengan bahan-bahan yang telah tersedia bagaimana seorang koki -penulis- meracik bumbu untuk dijadikan tulisan yang bisa dibaca dan disantap siapa saja.

Aku kira, hanya dengan menulis lah kita akan mampu untuk menulis. Tak apa bagus atau tidak tulisan, maka tak usah dipikirkan, yang penting tulis saja sembari memperbaiki tulisan menjadi lebih baik. Semua tulisan dikumpulkan dan bisa jadi lama lama menjadi bukit naskah yang siap untuk disunting menjadi sebuah buku. Tinggal menambahkan referensi data dan semua hal yang diperlukan agar kumpulan tulisan layak dijadikan buku.

Menulis itu sebuah kesabaran, karena tidak semua tulisan laku dan keras terjual dipasaran. Jika ada orang yang paling sabar maka ku kira mereka adalah para penulis. Sabar di saat meracik kata menjadi kalimat dan tulisan, sabar ketika saat menyunting naskah, sabar di saat proses penerbitan buku, sabar di saat buku belum terjual, sabar di saat hasil penjualan tak seberapa bahkan sabar dalam meniti jalan menulis itu sendiri. Maka ketika ada keinginan mencari kekayaan dengan menulis, maka itu sebuah kesalahan besar sepertinya, hehehe. Karena ini jalan terjal.

Menulis adalah sebuah kehidupan, sebuah kesabaran, sebuah kesenangan dan juga sebuah tamasya kata, juga wisata bagi yang menulis. Aku merasakannya di saat menulis, ada jiwa yang merasakan kesenangan ketika menorehkan apa saja di dalam kalimat yang menjadi tulisan. Apakah itu bagus ataupun tidak. Yang penting tulis saja. Jika tidak ditulis maka tak akan pernah menjadi sebuah tulisan. Hanya kita tinggal sabar dalam berproses selama menulis.

*Duri, Riau*
*9 Juni 2017*
(Ditulis 23.45-00.00)

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)