Bak Simalakama, Corona dan Dampak Ekonomi Masyarakat

Admin
Photo by Kaique Rocha from Pexels

Tidak bisa dipungkiri, semua kita pasti ingin terhindar dari penyebaran covid-19. Namun dibalik menghindari penyebaran virus, ekonomi masyarakat dan kelangsungan hidup juga menjadi taruhannya. Kita tahu bahwa sosial distancing dan jaga jarak telah dilakukan di setiap wilayah. mau tidak mau, suka dan tidak suka, seperti siklus sebab akibat, maka ekonomi masyarakat pun mengalami dampak. 

Mereka yang biasanya bisa berjualan seharian, harus menutup toko. Sebut saja misalnya, toko sepatu, tas, celana, sprei, baju, dan sejenisnya jual beli di bidang kebutuhan yang tidak mendesak, harus tutup bahkan melalukan PHK terhadap karyawan. Dalam kondisi covid-19, rasanya akan sedikit orang orang yang berfikiran ingin membeli baju, sepatu ataupun barang yang dirasa tidak terlalu urgent. Apalagi barang barang elektronik. Orang akan berfikir dua kali untuk melakukan itu. 

Penyebaran covid-19 yang terus bertambah, membuat stay at home diperpanjang waktunya. Bisa kita bayangkan, bagaimana nasib masyarakat. Aktivitas jual beli yang menurun drastis berdampak pada tidak tercukupi kebutuhan pokok di rumah rumah masyarakat. Betapa banyak yang harus -mungkin- menahan lapar. Ya, mereka menahan lapar, karena tidak adanya uang untuk belanja bahan makanan. Mereka tidak bisa beraktivitas seperti biasa karena wabah ini. 

Semua bidang usaha mengalami dampak dari penyebaran covid-19. Tidak sedikit perusahaan yang tutup dan melakukan PHK. Sebagai contoh, Ramayana Depok telah PHK 87 karyawannya (detik.com/ 8 April 2020). Tak hanya Ramayana, puluhan ribu  perusahaan telah merumahkan dan melakukan PHK.

Dari data Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, per 7 April sektor formal yang merumahkan dan melakukan PHK sebanyak 39.977 perusahaan dengan jumlah pekerja/buruh/tenaga kerja sebanyak 1.010.579 orang. Dengan rinciannya, pekerja formal dirumahkan sebanyak 873.090 pekerja/buruh dari 17.224 perusahaan dan di-PHK sebanyak 137.489 pekerja/buruh dari 22.753 perusahaan. Sementara jumlah perusahaan dan tenaga kerja terdampak di sektor informal sebanyak 34.453 perusahaan dan jumlah pekerjanya sebanyak 189.452 orang.

Bayangkan saja, bagaimana cara untuk menutupi biaya hidup sehari-hari. Karyawan kehilangan pekerjaan, sedangkan kebutuhan tidak bisa ditunda. Pedagang mengalami penurunan jual beli, meskipun -mungkin- masih bisa menutupi biaya makan harian. Bagaimana jika tidak ada jual beli? Apa yang mereka makan?. Pedagang sayuran dan bahan makanan masih bisa melakukan jual beli, Alhamdulillah, dan seharusnya tetap berjalan lancar, karena jika jual beli bahan makanan tidak ada, alhasil harga jual pangan akan naik drastis dan lebih bahaya lagi. 

Saat ini, semua orang hanya berfikir bagaimana bisa memenuhi kebutuhan pokok harian. Ibarat kata, -mencari sesuap nasi-. Yang penting bisa memenuhi kebutuhan pangan disaat musim wabah ini. Di masa wabah covid-19 ini, uluran tangan dari yang berharta akan sangat membantu fakir miskin dan dhuafa -jumlahnya tentu bertambah-. Banyak sekali kalangan yang harus mendapatkan perhatian. Bantuan dan uluran tangan dari para dermawan tentu sangat membantu mereka. 

Kini, tak ada gunanya, kita saling salah menyalahkan. Dengan berandai andai, seandainya sebelum wabah dll. Kini jalan terbaik adalah mengambil sikap yang tepat untuk sesegara mungkin memutuskan penyebaran wabah dan membantu dengan tindakan langsung kepada masyarakat yang mengalami dampak dari covid-19. Pemerintah dengan kuasanya dapat membuat kebijakan untuk meringankan beban masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pangan selama stay at home berkelanjutan. Memberikan bantuan sembako, fasilitas pencegahan virus dan hal terkait. 

Semua elemen benar-benar harus saling membantu dan bahu membahu. Yang kaya bantu yang fakir. Yang masih bisa berjualan, tetap lakukan jual beli, entah itu melalui online dan sebagainya. Saat ini semua kalangan dihadapkan dengan serangan virus dan serangan ekonomi. Tidak ada aktivitas, maka tidak ada pergerakan ekonomi.