Perlukah Orang Banyak Tau?

Admin
0

sumber gambar; sehatq.com


Sebagian atau banyak yang kadang salah dalam melihat dan menilai sesuatu dan seseorang. Ya itu wajar, karena tidak mungkin semua manusia mengetahui kita luar dan dalam. Bagaimana perasaan kita, pikiran kita, permasalahan kita gundah gulana dll yang kita rasakan. Tak ada satupun yang benar benar bisa mengatahui dan merasakan apa yang kita rasa dan pikir. Dan itu adalah hal yang sangat baik untuk ditampilkan. Karena memang hal demikian cukup kita dan Sang Pencipta saja yang tahu. 


Banyak yang melihat dan merasa kita seakan selalu tertawa dan tersenyum seakan tiada persoalan dalam hidup. Alhamdulillah itu bagus. Itu artinya kita berhasil menyembunyikan perasaan perasaan sensitif pribadi yang kita rasakan, entah itu kesedihan, kecewa, kemarahan dll sejenis rasa yang tidak baik. Rasa itu memang tak perlu kita rasa apalagi ditampilkan kepada khalayak. Itu hanya memperburuk suasana hati dan diri. Hilangkan. 


Banyak yang berfikiran mungkin, wah senang ya dia dll, bla bla dengan segala macam asumsi dan pemikiran. Itu adalah hal biasa saja. Wah kamu ini tertawa terus, apa gak capek? Apa gak punya masalah ya dalam hidup? Dll mungkin yang muncul dari komentar para relasi, itu sah sah saja, setiap orang boleh memiliki pemikiran, penilaian apapun. Ya yang penting kesulitan kita, sedihnya kita dll segala macam tak perlu orang lain tahu. Cukup pasangan dan Sang Pencipta saja yang tahu. 


Tak perlu juga diumbar dan ditampilkan. Tak ada manusia yang tidak memiliki masalah dalam kehidupan, tak ada manusia yang tidak memiliki perasaan sedih, dll segala macam dalam hidup. Semua manusia memiliki rasa. Hanya saja mungkin, porsinya berbeda. Dan berbeda juga dalam mengekspresikannya. Ada yang suka mengumbar kesulitannya, ada yang suka melihatkan kesulitan yang dialaminya, ada yang suka menunjukkan rasa emosionalnya ke publik dll. Ya itu wajar, tergantung seberapa besar seseorang mawas diri. 


Namun bagi saya pribadi, untuk apa memperlihatkan kesedihan, gundah, dll yang kita rasakan kepada orang lain. Itu tidak ada gunanya. Jangan sampai nanti malah terkesan keluh kesah. Berkeluh kesah boleh tapi bukan di depan manusia. Sampaikan segala unek unek yang dirasakan kepada Sang Pencipta di seperti tiga malam. Itulah waktu dan saat yang tepat. Bukan dalam keseharian mengeluarkan keluh kesah. Bukankah segala sesuatu itu adalah ujian untuk hamba-Nya. Sabarkah, atau tidak, syukurkah atau tidak. 


Proses membenah diri itu harus senantiasa kita lakukan, agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Setidaknya baik untuk diri sendiri, keluarga dan tidak mengusik kehidupan orang lain. Alangkah lebih baik lagi mampu membantu sesama. Apapun itu jenisnya. Membantu juga bukan selamanya tentang materi dll. Membantu tetangga dengan menjaga lisan agar tidak menyinggung atau mencemooh, atau mengulik dll itu juga adalah membantu. Ada adabnya dalam agama kita. Segala sesuatu ada adabnya. Dalam diam pun ada adabnya. Diam pada sesuatu urusan orang lain, adalah lebih baik. Tapi diam pada sebuah kemungkaran adalah tercela. Diam akan mengumbar keburukan orang lain adalah sangat dianjurkan bahkan tak usah ikut campur. Tapi diam pada sebuah kedholiman tidak dibenarkan. Ada tempat dan sikapnya. Beda persoalan, beda sikap, beda juga pandangan dan tindakan. Tidak bisa disamaratakan. 


Hidup itu pilihan, so kamu pilih yang mana? Suka berkeluh kesah ke publik, atau hanya melihatkan yang senang dan bahagia saja? Atau mengumbar permasalahan ke luar, atau mempertontonkan kemesraan kepada semua orang. Atau menempatkan sesuatu pada tempatnya? Dan inilah yang harus senantiasa kita pelajari, mana yang baik untuk diketahui khalayak, mana yang tidak perlu orang lain tau, mana yang hanya konsumsi privat dan mana yang boleh khalayak boleh mengetahui. Menimbang dan mengingat ini yang harus senantiasa ada di dalam diri kita. 

Tags

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)