Sebuah Perasaan yang Terpendam

Admin
0



Jika boleh aku persembahkan sebuah puisi cinta, maka akan aku persembahkan untuk seseorang. Nan dekat di mata dan dekat di hati. Ia selalu aku rindukan, walau tak pernah ku nyatakan dengan lisan.

Ia dekat denganku, bahkan sangat dekat sekali. Tiada hari tanpa kehadirannya. Aku pun takkan bisa meski sehari tanpa hadirnya. Entahlah. 

Dulu aku senantiasa membuat prosa cinta, yang kutuju kepada orang yang akan kucinta. Kini baru aku tau, dialah satu-satunya. Itulah ia kini

Dulu bahkan tidak tahu bagaimana sosoknya, hingga aku menemukan jawaban. Ya, sudah dua tahun lebih sedikit aku bersamanya. Puisi dan prosa yang dulu tidak tau dituju kepada siapa, sekarang telah menemukan tuannya.

Dua kosong satu empat, tahun awal mula aku mulai mencoba menoreh untaian. Tahun itu aku juga tak  tahu prosa itu untuk siapa. Dua tahun lamanya prosa dan puisi itu mencari tuannya.

Dua kosong satu enam, prosa itu pun meredup, tak berani mengukir untaian apa-apa. Walau ia tahu dituju kepada siapa. Ia seakan malu ungkapkan dengan untaian. Prosa yang lahir tidak lagi segemulai yang dulu itu.

Dua kosong satu tujuh, aku dan ia pun menyatu. Dan tak sepatah kata pun sanggup untuk ku ucapkan bahkan meskipun dalam untaian kalimat dalam tinta. Entah kenapa, aku terlalu malu. 

Atau mungkin juga aku terlalu takut ia tersanjung. Ya, sepertinya begitu, aku terlalu takut buat ia tersanjung.

Biarlah ia saja yang selalu membuat aku tersanjung dengan sikap, tatapan dan katanya. Aku takut ia tersanjung. Atau biarkan saja ia tersanjung? Kata-kata itu senantiasa memanggil ku, untuk kembali terbang nikmati kelembutan malam yang semakin pekat. 
Tags

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)